Assalamu’alaikum wr wb
Note: Artikel ini murni ditulis sebagai pengingat diri sendiri.
Pada suatu pagi di sebuah rumah terjadi percakapan berikut:
R: “Ibu kalau marah mah suaranya keras”
I: “emang iya Dan, biasanya suara ibu gimana?”
R: “ibu biasanya suaranya lembut, tapi kalau marah suaranya keras”
I: (deg, berusaha mengorek lebih lanjut lagi) “ibu banyakan suara keras atau lembut?”
R: “banyakan lembut daripada keras”
I: (fiuh, Alhamdulillah).
Sering mengalami situasi diatas? Kalau saya sih jawabannya iya š.
Marah adalah sebuah bentuk ekspresi ketidaksukaan kita terhadap sesuatu. Obyeknya bermacam-macam, bisa anak, pasangan, dll.
Saya tergerak menulis mengenai marah yang elegan setelah mengikuti kajian Ustadz Triatno Yudho mengenai Mendidik Anak Tanpa Amarah.
Beliau mengatakan bahwa marah itu diperbolehkan, asal tidak menjadi amarah dan mengakibatkan pelakunya menjadi pemarah.
Jadi kita diperbolehkan marah, asal tidak melampaui batas, dan fokus pada area yang menyebabkan kita tidak menyukai perbuatan anak.
Menurut Ustadz, ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam interaksi hubungan antara orang tua dengan anak, yaitu:
1. Kasih Sayang
Anak akan mencontoh perilaku interaksi kita dengan suami atau istri. Hal tersebut akan merefleksikan sikap kepada pasangannya di masa yang akan datang.
Jika orangtua memperlakukan anak dengan lembut dan kasih sayang, insya Allah ia akan mencontoh dan menjadikan hal tersebut sebagai cara ia berperilaku kelak, begitupula sebaiknya, jika anak melihat interaksi kaku atau tidak ada kasih sayang diantara kedua orangtuanya maka hal tersebut yang akan ia lakukan terhadap pasangannya.
2. Parenting Style
Ada tiga pola pengasuhan anak menurut ilmu psikologi, yaitu:
A. Otoriter
Ciri pengasuhan otoriter adalah berpusat kepada orangtua, anak dituntut untuk selalu memenuhi keinginan, dan menerapkan aturan yang ketat.
B. Permisif
Ciri pengasuhan permisif adalah semua serba diperbolehkah, berpusat kepada anak, sangat kurang pengawasan, penuh kasih sayang tetapi aturan longgar, dan minim komunikasi.
C. Demokratis
Ciri pengasuhan demokratis adalah, penuh kasih sayang namun tetap memiliki ketegasan, berpusat pada anak dan orangtua, serta komunikasi timbal balik atau dua arah.
3. Role model
Orangtua adalah role modelĀ terbaik bagi anak, menurut ustadz ada tiga hal yang dapat dilakukan, yaitu:
A. Mengarahkan dan menjelaskan visi misi orangtua kepada anak dengan bahasa yang mudah dimengerti
B. Berhenti menjadi mandor bagi anak, sebagai contoh, orangtua tidak hanya menyuruh anak shalat berjamaah ke mesjid, melainkan menemani dan ikut bersama anak.
Ibu Imam Syafii mengantar anaknya ke mesjid walaupun beliau tidak shalat
C. Meminta maaf jika melakukan kesalahan
Setelah mengikuti kajian tersebut, saya jadi berfikir ulang proses saya dalam kondisi marah. Ada beberapa hal menjadi catatan khusus, bahwa sebenernya tidak semua kesalahan anak menyebabkan saya menjadi marah.
Kadang kondisi internal diri sendiri yang menyebabkan kemarahan itu keluar
Biasanya saya lebih mudah marahĀ jika sedang tidak shalat, ibadah kurang baik, badan kurang sehat, pekerjaan yang sedang menumpuk, dan kondisi iman yang sedang menurun.
Padahal jika dalam kondisi baik, semua perbuatan anak yang tidak sesuai, tidak akan membuat saya marah, hanya menegur dan berdialog dengan Rafdan dari hati ke hati.
Saat berada dalam kondisi yang tidak prima, dan anak melakukan hal yang tidak sesuai, saya mencoba melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Diam
Diam adalah solusi terbaik saat saya mulai merasa emosi, menenangkan diri sendiri terlebih dahulu, untuk kemudian berbicara kepada anak.
2. Berpindah Ruangan
Jika diam dan menenangkan diri belum berhasil, saatnya berpindah ruangan. Berada satu ruangan dengan anak kadang membawa aroma emosi yang harus diluapkan, jika itu terjadi pindah ruangan dan bilang ke anak ibu mau menenangkan diri adalah solusi terbaik.
3. Ubah Posisi
Ā Saat rasa marah sudah tidak dapat ditahan, biasanya saya akan langsung tiduran. Lho kok tiduran? Entah kenapa tiduran menjadi salah satu cara efektif dalam mengelola kemarahan. Ternyata, hal tersebut sudah dikatakan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits
āKalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah.ā (HR. Abu Dawud).
4. Fokus Marah Kepada Perbuatan Yang Tidak Disukai, Bukan Kepada Individu Anak
Jika terlanjur emosi, maka hal yang saya lakukan adalah fokus marah hanya pada perbuatan khilaf anak, tidak merembet kepada hal lainnya.
Tanpa sadar kemarahan membuat kita sulit berfikir jernih, minimal, tempatkan marah tersebut pada tempatnya, pada perbuatan yang kurang sesuai. Jangan pernah marah kepada anak sebagai seorang individu
5. Menjaga Lisan
Setiap omongan yang keluar dari lisan orangtua adalah do’a bagi anak. Karena banyaknya perintah dan peringatan di Al Qur’an dan hadits untuk menjaga lisan, maka semarah apapun mom, jangan pernah keluar kata-kata yang buruk.
Selain saat marah kepada anak, saat berinteraksi dengan orang lainpun, tanpa kita sadari sering terucap kata-kata yang kurang baik mengenai anak
“Anakku nih malas banget”
“Anak saya dibilangin susah banget”
“Anak gue mah begitu orangnya”
Sekilas tidak ada yang salah bukan, tapi jika dicermati lagi, secara tidak sadar kita telah “mencap” anak seperti yang kita bicarakan, padahal setiap omongan yang keluar dari orangtua adalah do’a bagi anak. Astagfirullah
Memang tak bisa dipungkiri, kelemahan terbesar wanita, termasuk saya pastinya, adalah lisan. Oleh karena itu, do’a yang selalu dipanjatkan adalah “Ya Allah lindungilah anak hamba, bahkan dari keburukan lisan ibunya yang tidak disadari“.
Semoga dengan do’a tersebut menjaga anak dari bahaya lisan yang keluar tanpa disadari.
6. Berpelukan dan Saling Minta Maaf
Kemarahan, seperti apapun bentuknya, pasti menyisakan serpihan luka bagi orangtua maupun anak. Sembuhkan dengan pelukan hangat dan sebuah kata maaf, dan buat anak berjanji untuk tidak melakukan hal yang telah membuat saya marah.
Marah, suka tidak suka, mau tidak mau, akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pengasuhan anak. Karena kondisi keimanan seorang ibu tidak selamanya baik.
Saat iman sedang turun, dan kemarahan itu muncul, maka mom, marahlah dengan elegan, bukan berupa amarah, apalagi menjadi orangtua yang pemarah
Tangsel, 04-01-2019
Dalam proses belajar menjadi orangtua yang lebih baik lagi, semoga Allah mudahkan..aamiin
Tulisan ini diikutkan untuk lomba blogĀ Ibu Profesional Asia