Assalamu’alaikum wr wb
Anak mom suka main game di gawai?
Anak mom pintar mengutak-atik gawai?
Anak mom senang menonton video di gawai?
Tenang, mom tidak sendiri, saya juga mengalami š.
Gawai memang tidak lepas dari kehidupan anak zaman now, terutama generasi Z yang lahir dalam kurun waktu 1995 -2014.
Memisahkan anak dari gawai sepenuhnya jelas tidak mungkin, karena dari lingkungan, keluarga, hingga teman sebaya semua memegang gawai.
Pada hari Rabu tanggal 31 Oktober 2018, saya berkesempatan mengikuti kajian parenting yang diadakan di Sekolah Rafdan mengenai Mengasuh Anak di Era Milenial oleh Ustadzah Kinkin Anida.
Jika ada yang bertanya, kenapa baru ditulis sekarang, jawabannya adalah karena saya sudah melihat efektivitas dari manajemen gawai yang diterapkan kepada Rafdan saat ia menemani saya mengikuti acara pelatihan Sabtu kemarin, jadi saya mendapatkan inspirasi untuk menulis sekarang.
Menurut Ustadzah Kinkin, penyebutan generasi milenial dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
- Asyik bermain gawai, tidak suka komunikasi, lebih suka ngobrol santai di coffee shop
- Susah tidur dan susah bangun
- Tidak bisa lepas gawai dimanapun berada
- Marah dan tantrum jika dipisahkan dari gawai
Anak zaman now jelas berbeda dengan kita saat masih kecil. Jika anak sekarang terpapar dengan gawai semenjak kecil yang dimulai dari melihat orang tuanya asyik dengan gawai kemudian dilanjutkan dengan lingkungan sekitar yang juga sibuk dengan perangkatnya.
Perbedaan tersebut yang membuat proses mendidik anak zaman now, memiliki tantangan tersendiri, terutama berkaitan dengan manajemen gawai.
Jika dibandingkan dengan masa kecil kita dahulu yang masih lekat dengan permainan nyata sepertiĀ petak umpet, monopoli, ular tangga, bola bekel, lompat tali, masak-masakan, dan lain-lain, sebenarnya sedih melihat anak sekarang yang lebih asyik bermain dengan permainan virtual di gawainya š
Oleh sebab itu, ustadzah Kinkin membagikan tips agar anak tidak tergantung dengan gawai, yaitu:
1. Menggunakan timer
Membuat perjanjian screen timeĀ bertujuan agar anak mengetahui batasan waktu penggunaan gawai.
Sebagai contoh, saya membatasi game time Rafdan adalah Sabtu dan Minggu, diluar hari tersebut ia hanya boleh menonton video offline.
Rafdan saya beri kebebasan untuk mengunduh video dan game sendiri, asal melalui persetujuan saya. Karena pembiasaan tersebut, setiap mau mengunduh pasti akan meminta izin terlebih dahulu dan mengecek boleh atau tidaknya permainan yang ia pilih.
R: “Ibu, aku mau download?”
I: “Boleh, tapi ibu lihat dulu ya.”
R: sibuklah ia menelusuri permainan yang ingin diunduh, setelah selesai, “Ibu, aku boleh download ini?”
I: “oke, ibu lihat dulu ya?”
Begitulah cuplikan percakapan kami saat ia memilih video dan permainan baru. Saya usahakan mendampingi anak sebagai bentuk screeningĀ terhadap hal yang tidak diinginkan.
Syarat screen time Rafdan adalah data seluler dimatikan.Ā Semua game dimainkan dalam posisi offline, video hanya boleh ditonton dari playlist.
Pembiasaan screen time tersebut akan membuat anak mengetahui kapan ia diperbolehkan menggunakan gawai, sehingga tidak kebablasan.
Kunci dari memberikan timer adalah Bersepakat, rajin mengingatkan, dan tegas.
Buka pembicaraan mengenai jadwal memegang gawai dan kemudian disepakati bersama, jangan ragu dan sungkan ingatkan anak jika ia lupa.
2. Kegiatan Sehat Outdoor
Anak selalu suka diajak bermain keluar dan melakukan aktivitas fisik. Oleh karena itu, mengajak anak bersepeda, jalan-jalan santai berkeliling komplek, olahraga, mencuci mobil atau motor, akan mengalihkan perhatiannya dari gawai.
3. Kegiatan Sehat Indoor
Selain kegiatan outdoor, jika anak diajak bermain meskipun di dalam rumah saja, bisa menghilangkan rasa ingin memegang gawai.
Melibatkan anak dalam kegiatan domestik seperti memasak, mencuci baju, menyapu, mengepak lantai, dan membersihkan rumah merupakan salah satu cara tersendiri agar ia tidak merasa sendirian yang berujung pada kebosanan dan ujung-ujungnya ingin main gawai.
Meskipun sebenarnya kepengen melakukan semuanya sendiri, saya berusaha melibatkan Rafdan dalam kegiatan domestik. Kuncinya adalah sabar dan tidak terburu-buru dengan hasilnya.
Kegiatan indoor lainnya adalah membaca, mewarnai, membuat DIY, dan bermain bersama.
Hal yang saya tangkap dari Rafdan adalah, ia akan lebih betah bermain jika bersama saya. Jadi memang ada tipe anak yang suka bermain sendiri, adapula yang lebih senang ditemani oleh orangtuanya.
4. Tidak Membelikan Anak Gawai Sendiri dan Kuota data.
Sebisa mungkin menunda anak memiliki gawai sendiri, bahkan kalau bisa hingga ia kuliah. Jangan pernah memberikan fasilitas gawai dan internet tak terbatas kepada anak dari usia dini, karena hal tersebut sama saja mengenalkan ia kepada hutan belantara, padahal anak belum mampu membentengi diri dari hal-hal buruk internet.
5. Memberikan Reward And Punishment
Saat kemarin menemani saya mengikuti acara seharian, Rafdan sempat rewel dan meminta main game, lalu saya berkata kepadanya, kalau kamu bersikap manis, ibu bolehkan main. Alhamdulillah ia mau.
Kunci dari reward dan punishment adalah tega dan tegas, karena tak jarang anak akan sangat pintar melobi, dari mulai merayu, merengek, hingga tantrum.
6. Melakukan Program Disconnet TV, komputer, gawai pada jam tertentu.
Mom tahu program 18-21?
Sebuah program yang digagas untuk fokus kepada keluarga dan mematikan seluruh alat elektronik.
Program 18-21 sebenarnya telah mulai kami terapkan, tetapi belum konsistenš.
Kunci dari program 18-21 adalah konsisten, buat menjadi waktu keluarga, steril tanpa gangguan gawai, TV, laptop dan sejenisnya.
Tulisan diatas sebaiknya sedini mungkin dilakukan terhadap anak agar tidak mengalami ketergantungan terhadap gawai.
Saat mencoba menerapkan beberapa tips diatas, saya belajar bahwa sebenarnya anak memegang gawai karena faktor kebosanan dan tidak ada aktivitas yang dilakukan.
Saat Rafdan asyik belajar di sekolah, bermain, maupun melakukan kegiatan bersama, ia akan lupa dengan gawai dan sibuk dengan aktivitasnya, tetapi jika mulai bosan dan jenuh baru ia akan ingat dengan gawai.
Jadi yuk kita mencoba menerapkan manajemen gawai untuk anak š.
Semoga bermanfaat.
Saya pun masih berjuang konsisten untuk hal ini
Toss mb, saya juga belajar untuk konsistem
Makasih sudah mampir
Alhamdulillah, anak-anak di rumah sudah mulai terbiasa tanpa gawai. Betul banget, main gawai itu karena mereka nggak punya aktivitas lain untuk dikerjakan. Kalau orangtua menyempatkan waktu untuk mengajak ngobrol, bermain, bersenda gurau, pasti mereka akan lebih memilih orangtuanya.
Yup betul sekali, karena itu, saya sedang belajar untuk menjadi sahabat anak
Makasih sudah mampir
Saya pun menerapkan hal ini. Karena itulah sekarang di siang hari saya jarang megang gawai, karena fokus menemani anak-anak bermain.
Keren mba, saya belum bisa 100% seperti itu, masih belajar konsisten, karena saya memakai gawai untuk menulis hehe.
Makasih sudah mampir
Aku masih dalam proses mengatur ini juga mbak, maklum kerjaan emaknya pun enggak jauh dari gawai soalnya. Iye kan?
Wah, waktu itu aku lupa dan ada acara apa ya, sampai enggak sempat datang seminarnya, huhuhu
Hihi, toss mb, emaknya kerja lewat gawai sih. Paling kasih pengertian aja, Alhamdulillah anaknya udah paham, ibunya pegang gawai karena ada keperluan.
Tenang mb, setiap bulan sekali biasanya ada kajian PDO kok hehe