Cerita Gita

Menulis untuk bahagia

Menu
  • Beranda
  • Parenting
  • Mom’ Management
  • Traveling
  • Marriage
  • Kegiatan Keluarga
  • Kajian Islami
  • self development
Menu

Mendidik Anak Dengan Cinta

Posted on 8 April 201923 Agustus 2020 by Gita

Assalamu’alaikum wr wb

Hari ini, tanggal 04 Maret 2019, saya berkesempatan mengikuti seminar parenting yang diadakan oleh sekolah Nurul Falah yang mengundang pembicara Dr Aisah Dahlan, dengan tema Mendidik Anak Dengan Cinta.

Slide pertama dibuka dengan kata-kata

Apakah anda stress??

Dalam mendidik anak tak jarang emosi dan nada tinggi mengiringi, sehingga menimbulkan stres pada diri sang ibu.

Menurut Dr Aisah, cara menangani stres sangat simpel, cukup hadapi dengan senyuman.

Mungkin emak pada protes, lho kok senyum aja sih???

Senyum dan manyun itu sebenarnya beda-beda tipis, jika senyum, bibir tertarik seimbang, ke atas, sedangkan sebaliknya, manyun menyebabkan bibir tertarik ke bawah. Jadi dengan effort yang sama, lebih baik kita senyum bukan 😊.

Kunci mendidik anak dengan cinta terdapat dalam QS: Al Imron: 159

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”

1. Mintalah kepada Allah agar diberikan perilaku lemah lembut.

Mungkin selama ini kita merasa sulit saat berlaku sabar dan berlemah lembut kepada anak, maka mohonlah kepada Allah, minta diberikan kelapangan hati agar diberikan sifat lemah lembut saat mendidik.

Jika kita bersikap keras dan berlaku kasar, maka anak akan menjauh dan tidak dekat dengan orang tua.

Dr Aisah menuturkan bahwa, sebagian besar anak bermasalah yang lari ke narkoba adalah akibat dari perlakuan orang tua yang dingin, kaku, dan keras, sehingga membuat mereka menjauh dan melampiaskan dengan cara yang salah.

2. Maafkan anak-anak kita

Dalam perjalanan mendidik, seringkali terjadi persinggungan interaksi antara ibu dan anak. Jika itu terjadi, maka maafkan mereka.

Contoh sederhana adalah, saat kita kesal terhadap anak karena tidak mendengarkan ucapan, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah, lapangkan hati dan maafkan perbuatan anak kita, ucapkan dengan lisan “Saya maafkan perbuatan anak saya yang kurang sesuai”

3. Mohonkan ampun kepada Allah

Ucapan orangtua, terutama ibu adalah do’a yang didengar oleh Allah, oleh karena itu, mohonkan ampun kepada Allah atas segala perbuatan anak yang tidak berkenan di hati.

4. Bermusyawarah

Anak-anak memiliki hak untuk didengar, maka ajaklah mereka bicara dan berdiskusi, dan jika telah ditemukan kata mufakat maka, hal terakhir adalah

5. Bulatkan tekad atau konsisten

Jika kita telah membuat kesepakatan bersama anak, maka konsisten dengan hasilnya.

Dr Aisyah mengambil sebuah contoh, saat menghadapi anak tantrum di tempat umum, kondisi yang menjadi “enggak banget” bagi semua orangtua

Langkah pertama adalah tenangkan diri, menjauh sejenak dari anak agar anak memiliki waktu untuk meluapkan emosi dan kita menjadi lebih tenang, ucapkan istighfar sebanyak-banyaknya sembari mengatur nafas (saat kita hendak emosi, kalimat istighfar bisa meluluhkan perasaan negatif karena secara ilmiah, saat kita beristigfar, tubuh akan mengeluarkan karbondioksida dan nafas yang dihirup mengandung oksigen 5 kali lebih banyak dari kondisi normal, sehingga membuat tubuh menjadi lebih tenang).

Setelah tenang, maafkan anak kita dan mintalah ampunan kepada Allah, setelah itu datangi anak untuk diajak bicara dan bermufakat.

Susunan syaraf manusia saling terkait satu dengan lainnya, baik pendengaran, penglihatan, dan lisan, oleh karena itu hendaknya input yang diterima anak hanya berisi kebaikan dan hal yang ingin kita sampaikan.

Contoh:

Saat anak berlari, refleks kita akan berkata

“Jangan lari, nanti jatuh”

Saat itu, otak anak akan memproses hal yang ia dengar menjadi, berlari terus dan jatuh

Kenapa

Karena ucapan orang tua akan masuk kedalam syaraf pendengaran anak, dan menstimulus alam bawah dasarnya, dan bukankah ucapan ibu adalah do’a.

Oleh sebab itu, kalimat yang sebaiknya diucapkan adalah

“Berjalan saja nak, hati-hati”

Dalam kasus lain saat kita ingin meminta anak berhenti main dan shalat

Biasanya kita akan berkata

“Main terus, shalatnya entar-entar”

Maka yang diproses dalam otak anak melalui pendengaran adalah main saja, shalatnya nanti.

Maka kalimat yang sebaiknya diucapkan adalah

“5 menit lagi selesai main ya, lalu kita shalat bersama” sembari ibu menunjukkan bahwa ia sudah siap untuk shalat

Metode di atas menggunakan ilmu semantik atau penggunaan bahasa tepat sasaran, tidak ambigu sehingga membuat otak anak memproses hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita.

Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah dengan perbedaan yang mendasar, seperti

1. Perempuan memiliki corpus colossum yang lebih tebal dibandingkan laki-laki, sehingga bisa bekerja multitasking. Berbeda dengan pria yang hanya bisa fokus pada satu hal, dan saat dalam konsentrasi penuh, pendengaran akan menurun.

Saya amati hal tersebut memang benar terjadi pada suami dan anak, jika sedang fokus, ya sudahlah ya, mau dipanggil seperti apapun tidak akan menengok, atau hanya menoleh sesaat untuk kembali fokus sendiri 😂.

Jadi saat saya mengetahui fakta ilmiah dibalik hal tersebut, jika ingin memanggil Rafdan saat sedang fokus, biasanya didekati dan sentuh tubuhnya agar mendengarkan saya, bukan dengan bermain di dalam nada tinggi yang naik beberapa oktaf karena merasa “dicuekin”.

2. Laki-laki memiliki hipothalamus lebih besar 2,5x lipat dibandingkan perempuan.

Manfaat hipothalamus adalah:

a. Menjaga keamanan ekonomi

Laki-laki adalah kepala keluarga yang memiliki tugas mencari nafkah bagi keluarga, sesuai dengan fungsi tersebut Allah menganugerahkan hipothalamus yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan, sehingga suami akan senang jika istri minta uang kepadanya, walaupun istrinya bekerja.

b. Pusat rasa lapar dan haus

Hipothalamus adalah pusat rasa lapar dan haus, sehingga saat berbicara dengan anak usahakan dalam kondisi kenyang dan tenang.

Hal tersebut juga berlaku kepada pak suami, jangan ajak bicara hal serius saat beliau lapar dan lelah, apalagi ditambah baru pulang bekerja. Lebih baik cari waktu saat pak suami sedang tenang, baru titip pesan sponsor

“Ayah, nanti setelah makan malam, ibu mau ajak ngobrol ya.” Insya Allah suami akan lebih fokus dengan pembicaraan, dan sang istri tak perlu keluar tanduk karena merasa dicuekin.

c. Pusat syahwat birahi

Kalau ini mesti sudah khatam semua ya, karena tugas utama sang istri yang tercantum dalam Al Qur’an adalah melayani sebaik-baiknya kebutuhan biologis suami, agar senantiasa terjalin sakinah, mawaddah,  warrahmah.

Semoga senantiasa bisa mendidik anak dengan cinta dengan segala keterbatasan yang ada.

Post Views: 897

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Viewed Posts

  • Cara Berlangganan Grabbike pada Aplikasi Grab (3,127)
  • Pensiun Bahagia (2,108)
  • Mau Dibawa Kemana Keluarga Kita? (1,988)
  • Resensi Handbook Kesehatan Anak (Batuk, Pilek, dan Penyakit Pernapasan) (1,862)
  • Hal yang Perlu Dilakukan Setelah Melunasi Pembiayaan Rumah atau KPR di Bank (1,646)

Kategori

  • Bunda Cekatan Institut Ibu Profesional (20)
  • Bunda Produktif Ibu Profesional (1)
  • Daftar haji (2)
  • Finance (38)
  • Kajian Islami (7)
  • Kegiatan Keluarga (12)
  • Kuliner (4)
  • Marriage (9)
  • Mom' Management (45)
  • Parenting (13)
  • Resensi Buku (3)
  • self development (31)
  • Traveling (11)
  • Uncategorized (3)

Meta

  • Masuk
  • Feed entri
  • Feed komentar
  • WordPress.org

Instagram

© 2023 Cerita Gita | Theme by Superb WordPress Themes