Assalamu’alaikum wr wb
Apa kabar readers?
Semoga selalu dalam keadaan sehat wal afiat yaa. Aamiin
Kali ini saya akan menuliskan resume Kajian Parenting yang diadakan di sekolah Rafdan yang berjudul Mau dibawa kemana keluarga kita? Oleh ustadz Bendri
Kalimat pembukanya kurang lebih seperti ini
Saya lihat di sini banyak anak kecil, itu adalah sesuatu yang bagus
Membawa anak saat orangtua mengikuti kajian adalah salah satu bentuk pendidikan. Membiasakan anak dengan kalimat yang baik, lingkungan Islami, dan semangat menuntut ilmu.
Selain itu, membiasakan anak mengikuti kajian akan membuatnya terbiasa mendengar hal positif.
Memperbanyak mendengar kalimat positif akan meminimalisir dampak dari kalimat negatif yang secara tidak langsung terdengar oleh anak.
Dalam Al Qur’an Surat Al Hud: 114 juga disebutkan bahwa “…Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk…”
Menurut Ustadz Bendri, ayat tersebut dapat dijadikan satu rujukan untuk membiasakan anak mendengar hal baik sedari dini, agar dapat menghapus keburukan yang tak sengaja didapat dari sekitar.
Ustadz mencontohkan perilaku ibunda Imam Nawawi yang membiasakan anaknya bersiwak dan duduk mendengarkan majelis Qur’an sejak dini, sehingga pada usia 8 tahun beliau sudah hafal Al Qur’an (Masya Allah, emak jadi tambah semangat mengajak Rafdan mengikuti kajian keislaman nih).
Setelah menyinggung sejenak mengenai manfaat membawa anak mengikuti kajian (tapi tetap memperhatikan adab ya mak, jangan sampai mengganggu peserta lainnya yang juga sedang menimba ilmu. Kalau menurut bu Septi menjaga kemuliaan anak), Ustadz masuk ke pembahasan berikutnya mengenai
Mau dibawa kemana keluarga kita?
Pertanyaan di atas jawabannya adalah
Apa niat awal kita saat menikah?
Setiap insan pasti memiliki niat tersendiri saat membentuk sebuah keluarga
Bisa karena rasa cinta dengan pasangan
Ingin ada yang menemani atau mengurus
Memiliki keturunan
Sarana menjaga nafsu syahwat hanya kepada yang halal
Apapun yang mendasari niat seseorang dalam membina rumah tangga, pastikan semua adalah karena IBADAH.
Jika biduk pernikahan dijalani atas dasar ibadah maka insya Allah semua problematika rumah tangga akan dapat dilalui.
Selain itu, tujuan awal menikah menentukan arah keluarga.
Jika pernikahan dilakukan atas dasar ibadah, maka visi dan misi adalah masuk surga sekeluarga. Tidak lagi bersifat individual, tetapi berupaya mengajak seluruh anggota keluarga agar memperoleh surgaNya Allah. Masya Allah
Karena aku tidak ingin masuk surga sendiri, melainkan bersamamu dan anak-anak kita, semoga Allah meridhoi
Saat menikah karena ibadah, semua problematika Rumah tangga akan bisa dihadapi, dan tidak mudah meminta cerai kepada pasangan.
Apa alasan terkuat seseorang menceraikan/ meminta cerai dari pasangannya?
Ustadz Bendri memaparkan beberapa kisah
Nabi Luth as, istrinya adalah pendukung LaGiBeTe, tapi tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa beliau menceraikan istrinya.
Asiyah istri Fir’aun, manusia terburuk pada zamannya, tetapi beliau tidak pernah mengajukan permintaan cerai terhadap pasangannya, hingga Allah membalasnya sebagai salah satu wanita yang dijamin masuk surga. Masya Allah
Saat mendengarkan kisah ini saya jadi merinding sendiri, ternyata niat awal kita menikah menentukan arah perjalanan rumah tangga.
Jika menikah karena ibadah, apapun itu, insya Allah akan bisa dilewati, karena:
1. Jika pernikahannya bahagia, ia akan bersyukur, sebaliknya
2. Saat ada keburukan dalam rumah tangganya, maka ia bersabar
Setiap biduk pernikahan pasti akan mengalami ujiannya masing-masing. Ustadz mencontohkan
Ada seorang bapak curhat ke saya sembari menangis.
“Ustadz, saya sedih, saat ini saya bekerja di Papua, istri menjadi dokter di Jakarta, anak pertama mondok di Gresik, anak kedua sekolah di Palembang. Keluarga macam apa ini saya ustadz, semua anggota keluarga terpencar masing-masing, tidak bersama dalam satu rumah”
Jawaban Ustadz Bendri adalah:
Tak apa berpencar di dunia, selama bapak bisa memastikan seluruh anggota keluarga berorientasi akhirat. Ini adalah ujian keluarga bapak. secara fisik berpisah tidak dalam satu rumah, semoga di akhirat berkumpul bersama di surgaNya.
Ustadz Bendri membandingkan dengan keluarga yang secara fisik berkumpul dalam satu rumah, tapi visi dan misi mereka bukan akhirat, sehingga lebih mendahulukan dunia.
Betapa banyak kita lihat keluarga yang berkumpul dalam satu rumah, tetapi jiwanya terpaut pada dunia.
Bapak asyik sendiri bekerja, ibu sibuk bersosialita, anak asyik sendiri bergaul dengan teman-teman karena merasa kurang kasih sayang dari orang tua.
Jika ingin mengingatkan anggota keluarga yang menyimpang, gunakan bahasa yang lembut dan santun. Sentuh hatinya, tidak hanya menegur menggunakan ayat.
Ilustrasi:
Ayah hendak mengingatkan anak yang malas untuk diajak shalat.
“Nak, shalat bareng yuk. Ayah mau kita masuk surga sekeluarga.”
Jika anak masih menolak, maka bisa ditegaskan tetapi tetap dengan santun dan kasih sayang. Hal yang perlu diingat adalah
Jangan pernah menasihati anak untuk kepentingan ego diri sendiri.
Jelaskan bahwa nasihat diberikan karena sayang.
Do:
Nak, ayo kita shalat. Agar kita disayang Allah dan bisa masuk surga bareng-bareng.”
Don’t
“Ayo nak shalat di mesjid. Jangan bikin malu papa sebagai ketua DKM, masak anaknya gak mau shalat”.
Menasihati dengan tulus karena cinta, bukan terbentur pada ego pribadi orangtua
Begitu pula saat melarang anak, jelaskan latar belakang dan alasan pelarangan tersebut agar anak memahami dan tidak salah sangka terhadap orangtua. Menganggap bahwa hal itu dilakukan sebagai bentuk keegoisan.
Agar setiap anggota keluarga ingat visi dan misi keluarga, tempel di tempat yang mudah dilihat.
Visi keluarga Ustadz Bendri
“Masuk surga sekeluarga“
Misi (SK3M):
S: spiritualitas
K: keberaamaan
K; kasih sayang
K: keterbukaan
M: Menjaga kehormatan
Dalam Al Qur’an, Surat Al Qashas: 77 disebutkan bahwa
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi…”
Dari surat tersebut, hal pertama yang harus ditanamkan kepada anak adalah kebahagiaan akhirat, tapi jangan lupakan dunia.
Menanamkan anak untuk cinta akhirat tetapi tidak melupakan dunia
Jika mengutamakan akhirat, maka impelementasi dalam kehidupan adalah urusan akhirat, baru dunia.
Dunia adalah sarana beribadah untuk mencapai kebahagiaan akhirat.
Contoh: saat berdagang/ bekerja, terdengar Azan. Bergegas mengikuti shalat jama’ah. Selesai baru kembali bekerja.
Selalu mendekat kepada Allah dalam keadaan apapun. Sehat maupun sakit, lapang atau sempit.
Jika mendapat nikmat kehidupan, anak sehat, suami setia, rezeki lancar, semakin mendekat kepada Allah dengan banyak bersyukur, tambah rajin ibadah dan mengikuti kajian keislaman.
Berbeda halnya jika mindset yang ditanamkan adalah
Kejarlah dunia, tapi jangan melupakan akhirat
Jika itu yang ditanamkan maka dunia akan menjadi hal prioritas, akhirat nomor dua.
Pada zaman rasul, tidak pernah beliau menanyakan kepada para sahabat atau anak-anak pertanyaan ini
Sudah shalat atau belum?
Karena para sahabat meskipun masih belia lebih senang melakukan amalan terbaik, karena orientasi mereka pada akhirat.
Coba bandingkan dengan kita saat ini
Memilih ibadah yang paling mudah dilakukan
Shalat Dhuha memilih dua rakaat dibanding 8 rakaat
Al Matsurat kadang memilih versi Sugro yang lebih sedikit.
Duh, saya langsung merasa tertampar nih.😥.
Jika masih terasa sulit saat menyuruh anak shalat, coba berkaca pada diri sendiri
Sudahkah saya langsung shalat saat mendengar azan?
Karena anak melihat contoh, bukan hanya perkataan, apalagi hanya sekedar menyuruh.
Indikator anak mandiri adalah
Bangun pagi dan shalat subuh sendiri
Menanamkan anak untuk mendahulukan akhirat tanpa melupakan dunia akan membuatnya memahami bahwa, semua yang ia lakukan di dunia adalah dalam rangka ibadah dan mengumpulkan bekal ke negeri akhirat.
Sehingga salah satu bukti nyata adalah, kerelaan mereka untuk berbakti kepada orangtua tanpa merasa terpaksa.
Karena mencintai dan bakti kepada orangtua adalah sarana ibadah untuk meraih ridha Allah SWT.
Wah, bagus ya kajiannya. Keluarga tanpa misi seperti sebuah kapal yang terombang-ambing di lautan tanpa tujuan.. Udah pernah baca tentang FBE mbak? Fitrah Based Education. Saya lagi seneng sama konsep FBE ini walau belum beli bukunya tapi suka baca-baca artikelnya. Hampir sama tentang pentingnya rumusan misi..
Iya mb, saya belajar tentang FBE saat ikut kelas Bunsay di komunitas Ibu Profesional 😊
Bagus konsepnya 👍
Sangat menyentuh.
Terima kasih mba, sudah mengingatkan dan membuat saya kembali merenung tujuan awal pernikahan.
Riak-riak emosi yang menyertai perjalanan rumah tangga butuh siraman menyejukkan dan perenungan seperti ini.
Sama-sama mb, Semoga selalu samara ya 😊
MasyaAllah, bagus kajiannya, mbak. Menjadi pengingat untuk aku juga. Terimakasih sudah berbagi, mbak.
Sama-sama mba 😊