Assalamu’alaikum wr wb
Apa kabar readers, semoga selalu dalam keadaan sehat wal afiat yaa, aamiin.
Beberapa hari lalu saya melihat postingan salah satu financial planner, mba Prita Ghozie, mengenai Our Life is not a checklist.
Kurang lebih intinya begini, kita boleh membuat rencana demi rencana dalam yang ingin di raih, dan kemudian di ceklist sebagai pencapaian dalam hidup.
Tetapi,
Tidak semua ceklist tersebut akan sesuai rencana, karena kehidupan kita sudah ada yang mengatur.
Ada kalanya target sesuai rencana, tapi banyak juga yang tidak.
Status mb Prita membuat saya terinspirasi untuk di jadikan tulisan, Karena Hidup Bukan Sekedar Ceklist Target.
Dalam hidup, biasanya kita memiliki target yang akan di raih
Target kehidupan pribadi misalnya; menikah usia 25an, punya anak maksimal umur 30an
Ada lagi target di pekerjaan dan finansial, memiliki karir mapan di usia 30an, gaji dua digit, punya rumah dan kendaraan, serta aset lainnya.
Saya mau sedikit cerita (ya, agak curcol sedikit sih 😁) semoga bisa di ambil pelajaran ya
Saat kuliah, saya ingin menjadi dosen, karena suka berbagi ide dan pemikiran dengan orang lain. Tapi, saya ingin mengajar dari jalur praktisi, sehingga sebelum menjadi dosen, memilih untuk mencari ilmu dan pengalaman kerja sesuai latar belakang pendidikan, manajemen keuangan syariah.
Singkat cerita, sebelum lulus saya malah ikut penerimaan auditor di salah satu kantor akuntan big 4, dengan niat mau belajar, karena dalam benak saya, dunia auditing banyak ilmu yang bisa diperoleh.
Alhamdulillah saya diterima, tapi hanya bertahan 3 bulan karena tidak lulus probation untuk menjadi karyawan tetap.
Alasan atasan saya waktu itu adalah, kamu lebih cocok jadi dosen dibanding auditor (antara miris dan gimana gitu dengernya 😀😂)
Sedih dong pastinya, ceklist saya tidak berhasil, sehingga harus atur ulang lagi target yang ingin di raih.
Ternyata, Allah punya rencana yang lebih indah, sekitar 9 bulan setelahnya, saya diterima di salah satubank syariah melalui program MT, saat sedang bekerja di sebuah lembaga zakat.
Setelah 9 bulan saya baru tau hikmahnya, Allah ingin mengingatkan bahwa, kamu tuh dulu pengen kerja di institusi keuangan syariah sebagai sarana dakwah di bidang ekonomi plus bekal untuk ngajar nanti (yang sempet salah arah pengen jadi auditor 😆)
Alhamdullilah bekerja di bank syariah memang yang terbaik bagi saya, selain sesuai passion, juga bertemu belahan jiwa disana.
Pada awal bekerja, tidak berpikir sama sekali untuk resign, apalagi menjadi ibu rumah tangga, karena lingkungan kerja nyaman, atasan yang baik, pekerjaan yang istilahnya aku banget deh, plus karir yang sudah mapan, sehingga ceklist sudah sesuai rencana, tinggal beralih ke tahapan selanjutnya menjadi dosen.
Tetapi, setelah punya anak, prioritas mulai bergeser, banyak pertimbangan, apalagi beberapa kali hamil lalu keguguran.
Akhirnya saat ada kesempatan untuk pensiun dini, saya mengambilnya.
Kembali ceklist target saya berubah, menyesuaikan kondisi terbaru.
Menjadi ibu rumah tangga
Awal menjadi ibu rumah tangga sempat ada denial, duh kok hidup rasanya gini-gini amat sih, stagnan ajah 😅
Alhamdullilah, setelah mengikuti komunitas Ibu Profesional, lambat laun denial berganti menjadi perasaan bersyukur, Alhamdulillah, saya menjadi ibu rumah tangga yang bisa produktif dari rumah.
Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang di inginkan
Ternyata, suami dan anak lebih membutuhkan kehadiran saya. Di kantor insya Allah banyak orang yang memiliki skill lebih baik dari saya, tapi untuk paksu dan anak lanang, i’m the only one.
Apalagi saat pandemi seperti sekarang, suami WFH dan anak PJJ, gak terbayang jika harus bekerja (karena saya tim operasional yang kerjanya dari kantor).
Semakin lama, makin banyak tabir hikmah terbuka, kenapa saya mesti berada dalam posisi menjadi ibu rumah tangga biasa, bukan sebagai auditor ataupun islamic bankers
Pengalaman hidup membawa pelajaran utama, saat berdo’a, mohon yang terbaik kepada Allah atas kehidupan yang dijalani, bukan meminta sesuatu yang terbaik menurut kita.
Karena kita tidak pernah tahu kehidupan apa yang terbaik bagi diri pribadi. Kita hanya mampu mengerti dan menyibak tabir hikmah setelah menjalaninya.
Bagi teman pembaca yang saat ini sedang berusaha menyibak tabir hikmah, kenapa perjalanan hidup yang dijalani tidak sesuai dengan keinginan dan harapan, izinkan saya berbagi tips:
A. Legowo dengan perjalanan hidup saat ini
Berusaha menerima keadaan adalah kunci utama untuk bisa berdamai dengan diri sendiri dan move on dari hal yang tidak sesuai rencana
Karena setiap kejadian yang menimpa manusia sudah di atur oleh Sang Sutradara Kehidupan, tugas kita hanya menjalani sebaik-baiknya
B. Berupaya mengambil hikmah dari tiap kejadian
Setelah legowo, langkah selanjutnya adalah berusaha memetik hikmah dari jalan kehidupan yang di alami
Proses mencari hikmah sangat penting untuk menata langkah mencari alternatif rencana selanjutnya untuk meraih target.
Karena ada banyak jalan menuju Roma bukan?
C. Tetap optimis menjalani kehidupan
Sering mengalami kegagalan, jangan pernah menyerah
Satu pintu tertutup, saatnya mencari pintu lainnya yang terbuka, begitu terus hingga berhasil.
D. Tidak hanya terpaku pada ceklist target
Roda kehidupan akan terus berputar, ada kalanya kita di atas, dan ada waktunya untuk dibawah.
Selalu bersiap untuk segala kemungkinan yang terjadi dalam hidup dan tidak terfokus hanya pada satu cara.
Tetap berusaha sebaik-baiknya semampu kita.
E. Berdo’a dan tawakal
Terakhir, setelah semua daya upaya dilakukan, saatnya memasrahkan diri kepada Sang Pemilik Kehidupan.
Manusia hanya bisa berencana, tetapi Allah yang menentukan hal terbaik bagi hidup kita.
Seperti do’a yang senantiasa dipanjatkan
Ya Allah, berikanlah kepadaku kebaikan dalam urusan dunia dan akhirat, karena hanya Engkau yang mengetahui apa yang terbaik bagiku
Jika hal ini adalah yang terbaik bagiku, maka mudahkan, namun jika tidak, maka kumohon jauhkanlah dan berikan keikhlasan pada diri dan hatiku untuk menerima segala apapun ketentuanMu
Semangat mencari hikmah dalam setiap langkah perjalanan, karena hidup bukan hanya sekedar ceklist.
Ini pengingat sekali mb Gita. Kurang lebih perasaannya serupa, hihi. Dan, aku juga setuju bahwa hidup bukan hanya sekedar ceklist. Butuh cukup lama untuk bisa bersahabat dengan prinsip ini, karena selama ini kita mungkin terpaku dengan satu target menuju target yang lain, yang mana saat kita berhasil melakukan ceklist kita akan merasa puas dan bahagia, namun saat tidak berhasil melakukan ceklist, kita merasa hampa dan merana. Padahal, bisa jadi saat hanya terpaku pada ceklist, kita hanya menjalankannya untuk sekedar “memenuhi” ceklist-ceklist itu, tanpa menyerapi apa yang sebenarnya kita lakukan.
Aku juga punya cerita, awalnya aku semacam terobsesi untuk membuat habit tracker, pada akhirnya malah perasaan “bersalah atau menyesal” yang seringkali aku dapatkan saat habit tersebut tidak berhasil aku lakukan. Lalu, aku coba mengubah strategi dengan mengubah kebiasaan satu demi satu, dan akhirnya malah berhasil aku lakukan sekarang, tanpa perlu menceklist habit setiap malam. Tapi, setiap orang beda-beda ya prosesnya. hehe.
Salam,
Atta
Setuju mb, setiap orang memang beda prosesnya dalam menerima
Kalau aku sekarang berprinspip, lakukan sebaik-baiknya hal yang membuat bahagia. Target hanya sebagai motivasi melangkah, karena hasil akhir, tetap mutlak pemberian Allah 😊
Terimakasih sudah mampir